26 Agu 2018

BAGAIMANA GAMBARAN JELASNYA TENTANG AKIDAH DAN IDEOLOGI?



Aku tak pandai menggambar. Aku hanya bisa merangkai kata-kata. Maka, aku akan menggambar dengan kata-kata. Perhatikan!

Setiap bangunan tentu memiliki pondasi sebagai awalan. Pondasi berfungi sebagai penopang bangunan agar tak mudah rubuh. Pondasi harus sangat diperhatikan. Sebab, jika ada kesalahan sedikit saja dengan pondasinya, maka bangunan akan terancam bermasalah. Dari sini kita mendapatkan sebuah konsep, yaitu: jika pondasinya kuat, maka bangunannya pun kuat—berbanding lurus.

Sementara akidah itu adalah pondasi awal bagi manusia untuk hidup dengan benar. Fungsinya adalah menopang bangunan iman kita agar tak mudah goyah. Akidah tak boleh lemah dan rapuh. Akidah harus kuat dan mampu diuji kesahihannya. Sebab, jika ada kesalahan dengan akidahnya, maka seluruh aktifitasnya akan ikut bermasalah.

Sejatinya, akidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan sebelum dan sesudah alam kehidupan (An-Nabhani, 2006: 43). Sementara mabda atau ideologi dijelaskan oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani sebagai aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Dan peraturan inilah yang berfungsi sebagai solusi untuk memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia, menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya, memelihara akidah serta untuk mengemban mabda atau ideologi.

Lebih jauh lagi kita akan menemu istilah thariqah dan fikrah. Keduanya adalah cakupan dari mabda atau ideologi. Thariqah adalah tentang cara pelaksanaan pemecahan berbagai problematika hidup manusia, pemeliharaan akidah, dan penyebaran risalah dakwah.

Sedangkan fikrah mencakup akidah dan berbagai pemecahan masalah hidup.

Mabda atau ideologi dapat muncul dalam pikiran seseorang, baik melalui wahyu Allah yang diperintahkan untuk mendakwahkannya atau dari kejeniusan yang nampak ada pada diri seseorang tersebut.

Mabda atau ideologi yang muncul dalam pikiran seseorang melalui wahyu Allah adalah proses yang benar dan mabda atau ideologi yang pasti kebenarannya (qath’i). Karena bersumber dari Al-Khaliq, yaitu Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan mabda atau ideologi yang muncul dalam pikiran seseorang karena kejeniusan yang nampak dalam dirinya adalah mabda atau ideologi yang salah (bathil). Karena berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak dapat menjangkau segala sesuatu yang nyata.

Selain itu pemahaman manusia tentang proses lahirnya sebuah peraturan selalu saja menimbulkan banyak perbedaan, perselisihan, dan pertentangan, serta selalu terpengaruh lingkungan tempat ia hidup. Sehingga membuahkan sebuah peraturan yang saling bertentangan; yang mendatangkan kesengsaraan bagi manusia. Sebab itu, mabda atau ideologi yang muncul dalam pikiran seseorang dari kejeniusan yang nampak dalam dirinya adalah mabda atau ideologi yang salah, baik dilihat dari segi akidahnya maupun peraturan yang lahir dari akidah tersebut.

Maka, atas dasar inilah azas suatu mabda atau ideologi adalah ide dasar yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan.

Ah, ceritaku kali ini terasa agak berat, ya. Tetapi, aku harap kau bisa mengikuti semua cerita-ceitaku hingga selesai. Mungkin tidak benar-benar selesai. Kelak ada saatnya aku akan benar-benar menyelesaikan semuanya bersamamu, di sisa-sisa hidupku, sampai ajal menjemput kita masing-masing.

Malang, 26/08/18

25 Agu 2018

APA LANDASAN TERKUAT KITA MEMILIH SEPAKAT UNTUK BERSATU?



Jika ada seseorang bertanya kepadamu tentang landasan kita memilih sepakat untuk bersatu, kira-kira apa jawabanmu?

Ohya, sebelum aku mendengarkan seluruh jawabanmu, aku ingin pertanyaan itu dihadapkan kepadaku terlebih dahulu; dan aku akan menjawab dengan seterang-terangnya, semampuku.

Kau tahu, bagaimana konsep landasan agar kuat dan tak mudah runtuh? Bagiku, sesuatu apapun akan kuat dan tak mudah runtuh jika landasannya pun kuat dan kokoh. Suatu kasus, misalnya. Mengapa banyak terjadi tawuran antarsupporter sepak bola, padahal mereka satu negara dan bahkan seagama? Ada lagi: mengapa banyak perang antarsuku, permusuhan antargeng atau komunitas, dan perseteruan lainnya; kira-kira mengapa semua itu terjadi?

Sebelum kelak aku memintamu untuk berpendapat tentang hal ini, aku benar-benar ingin semuanya dihadapkan kepadaku terlebih dahulu. Aku akan mencoba menjawab semua pertanyaan itu dengan pemahamanku sebagai seorang pembelajar tentang segala sesuatu. Kelak, kau akan tahu salah satu karakterku dalam memperoleh sesuatu.

Bagiku, landasan itu ada hubungannya dengan ikatan. Sementara jenis-jenis ikatan itu ada beberapa macam menurut Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang Ulama, Politikus Muslim rujukanku dalam ilmu dan gerakan politik.

Disebutkan oleh beliau, jenis ikatan pertama adalah nasionalisme. Ikatan nasionalisme terjadi tatkala manusia hidup berdampingan dalam suatu wilayah tertentu dan tidak beranjak dari situ. Di dalam ikatan ini, naluri mempertahankan diri berperan dan mendorong manusia untuk membela negaranya, tempat mereka lahir dan tempat mereka melanjutkan kehidupan setiap harinya. Dari sinilah ikatan nasionalisme itu bermula. Semisal ketika ada manusia dari negara lain mencoba mengancam untuk menyerang dan menaklukkan negara tertentu, maka ikatan ini menguat. Tetapi, jika tak ada ancaman apa-apa, maka ikatan ini melemah, bahkan sirna. Demikian lemahnya nilai dari ikatan ini.

Kedua, adalah ikatan kesukuan (sukuisme). Ikatan kesukuan ini hampir mirip dengan ikatan kekeluargaan; hanya saja sedikit lebih luas. Di dalam ikatan ini, naluri mempertahankan diri berperan dan mendorong manusia untuk berkuasa atau berebut kekuasaan, sehingga besar kemungkinan muncul sifat fanatisme golongan. Lebih lanjut, kata Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani (2006: 40), mereka dikuasai oleh hawa nafsu dalam usahanya membela anggotanya terhadap anggota suku yang lain. Dengan demikian, ikatan semacam ini tidak sesuai dengan martabat manusia. Ikatan ini senantiasa menimbulkan berbagai pertentangan intern, kalau tidak disibukkan dengan berbagai perselisihan dengan pihak luar (keluarga, suku, bangsa, dan lain-lain). Maka, tidak jarang kita temukan berbagai permusuhan, peperangan, dan perseteruan antarsuku.

Ketiga, adalah ikatan kemaslahatan. Ikatan kemaslahatan ini sifatnya hanya sementara. Dan berbahaya jika digunakan untuk mengikat antara manusia satu dengan manusia lain; padahal tujuannya adalah kebaikan dan berharap langgeng kebaikan itu diperjuangkannya. Sebab, ikatan ini landasannya adalah kepentingan. Sementara kepentingan itu bisa selesai dan pada akhirnya—boleh jadi—akan tercapai. Jika kepentingan itu tak ada lagi, maka berakhirlah ikatan antara anggotanya. Tak ada lagi yang peduli antara satu dengan yang lain. Selesai.

Keempat, adalah ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan; dan aktifitasnya hanya terbatas pada kegiatan spiritual saja. Ikatan ini abai dengan aktifitas lainnya, seperti kehidupan sehari-hari. Sebab, di dalam ikatan ini tidak mempunyai aturan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang ada. Maka, ikatan ini tidak layak dijadikan pengikat yang kuat untuk mencapai sebuah kebangkitan atau kemajuan. Karena sudah jelas bahwa landasan ikatan ini terbatas dan hanya menyentuh wilayah-wilayah tertentu saja. Jadi, tak bisa digunakan sebagai landasan untuk mencapai cita-cita dalam sebuah kesepakatan persatuan.

Terakhir, dijelaskan oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani (2006: 42) bahwa ikatan yang benar untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah aqidah aqliyah (akidah yang sampai proses berpikir) yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh. Inilah yang disebut sebagai ikatan ideologis (berdasarkan pada suatu mabda/ideologi). Mudahnya, ikatan ideologis ini berhubungan dengan mabda/ideologi. Sementara landasannya adalah akidah yang dihasilkan dari proses berpikir sebelumnya; dan yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh. Tentang akidah dan ideologi, barangkali esok akan aku ceritakan kepadamu.

Lantas, mengapa banyak terjadi tawuran antarsupporter sepak bola, padahal mereka satu negara dan bahkan seagama? Mengapa banyak perang antarsuku, permusuhan antargeng atau komunitas, dan perseteruan lainnya; kira-kira mengapa semua itu terjadi?

Sampai di sini, aku harap kau tahu dan paham tentang bagaimana aku akan menjawab semua pertanyaan itu.

Satu pertanyaan besar yang belum sepenuhnya kujawab: apa landasan terkuat kita memilih sepakat untuk bersatu?

Tentu sejak awal kau tahu, aku memilihmu bukan karena kita satu negara, bukan karena kita satu suku, bukan karena bisnis tawar-menawar kemaslahatan dan kepentingan lain, juga bukan karena aktifitas spiritual semata. Akan tetapi, karena kita meyakini bahwa manusia, alam semesta, dan kehidupan tak diciptakan tanpa karena. Kita percaya bahwa dengan bersatu, manusia saling bertemu; berbagi kasih sayang; mengumpul pahala menjulang. Alam semesta pun menjadi rumah dan tempat bertumbuhnya kebaikan-kebaikan amal ibadah. Serta kehidupan berjalan dengan kaki-kaki yang kuat; kaki-kaki yang menopang tubuh kehidupan dengan amanah Tuhan di pundaknya, dengan visi terbaik dan misi paling mulia: mengajak dan menyeru! Barangkali lusa akan kusampaikan ulang atau kita baca berdua perihal visi dan misi yang telah kita tuliskan dalam selembar kertas—yang kita simpan—tatkala awal memutuskan untuk berkenalan satu sama lain.

Lantas, apa landasan terkuat kita memilih sepakat untuk bersatu?

Sebagaimana nasihat Ibnu Qayyim Al-Jauzy tentang konsep kekutan sesuatu itu tergantung bagaimana kuatnya landasannya. Barangkali aku akan kan menyederhanakannya dengan kata-kata dan bahasaku sendiri; agar kau tahu bagaimana caraku menjelaskan tentang segala sesuatu kepada seseorang yang kupilih sebagai pendamping hidupku sendiri.

Kurang lebih seperti ini konsepnya: jika ingin cinta itu bertahan dan kuat sampai kapan pun jua, maka carilah landasan yang juga kuat sampai kapan pun jua. Jika mau cinta itu terus ada dan hidup kekal selamanya, maka carilah landasan yang juga terus ada dan hidup kekal selamanya. Jika berharap cinta itu tak terbatas oleh sekat apapun saja, maka carilah landasan yang tak terbatas oleh apapun saja. Dan sungguh, tak ada mampu bertahan dan kuat sampai kapan pun saja, tak ada yang akan terus ada dan hidup kelal selamanya, dan tak ada yang tak terbatas oleh apapun saja, kecuali hanya satu: Allah Yang Mahaperkasa, Allah Yang Maha Kekal, dan Allah yang mempunyai sifat azali; tak berawalan dan tak berakhiran. Dan Dialah Allah, sebagai landasan terkuatku memilih sepakat untuk bersatu, hidup bersamamu. Kau tahu itu. Aku mencintaimu karena Allah.

*

Mencintai karena fisik, barangkali hanya akan bertahan beberapa puluh tahun saja. Boleh jadi, sepuluh tahun pertama bersama, cinta itu akan surut seiring kulit yang berkerut. Cinta itu akan lambat laun akan berkurang seiring gigi tua yang mulai jarang. Cinta itu akan meniada seiring rambut putih yang renta. Cinta itu tak akan lama jika fisik sebagai landasan cintanya.

Mencintai karena harta, barangkali hanya akan bertahan sementara; dan hal ini sungguh sangat membahayakan. Sebab, jika landasan cintanya adalah karena ada harta, kelak jika harta itu lenyap maka akan lenyap pula cinta itu.

Mencintai karena apapun saja selain Allah, maka cinta itu pada akhirnya akan lekas binasa—semua hanya soal waktu. Sebab, pada akhirnya, dunia dan segala isinya akan menemu ajalnya masing-masing.

Malang, 25/08/18

22 Agu 2018

CUKUPKAH PERBEDAAN ITU DIJADIKAN ALASAN UNTUK BERPISAH DAN TAK MAU LAGI BERSAMA?



Dunia ini dan seluruh yang ada di dalamnya, sejatinya disusun dari perbedaan-perbedaan. Kau bisa mengamatinya mulai dari apa-apa yang ada di sekitarmu. Atau barangkali kau bisa mengamatinya mulai dari dirimu sendiri. Tanganmu, misalnya. Jika benar-benar kau amati, maka akan kaudapati bahwa sejatinya tangan kiri dan tangan kananmu benar-benar berbeda. Kebayang atau tidak, jika semisalnya kedua tanganmu bukanlah sepasang? Maksudnya, jika misalnya kedua tanganmu adalah tangan kanan semua, akan seperti apa jadinya? Begitu pun dengan kedua telinga dan kedua kakimu. Tak akan sempurna fungsinya jika keduanya bukanlah sepasang. Dan akan sulit untuk menjadikan keduanya saling bekerja sama dalam segala hal. Sebab, keduanya bukanlah sepasang yang serasi.

Tidak berhenti di situ, kau bisa pikirkan tentang langit dan bumi yang menjadi tempat tinggal kita saat ini. Apakah keduanya sama? Tidak, keduanya adalah sesuatu yang berbeda. Tak perlu aku jelaskan apa-apa yang menyusun keduanya, ya. Aku rasa, kau bisa menalar semuanya.

Bagiku, perbedaan adalah persamaan untuk sepakat memilih berbeda. Hanya saja terkadang barangkali kita memandang dari sudut yang salah. Sehingga banyak yang menyalahkan perbedaan. Banyak yang menjadikannya bahan permusuhan. Dan tak sedikit yang menjadikannya sebab perpecahan. Padahal, jika kita bisa menyikapinya dengan baik, boleh jadi justru akan tercipta sebuah kekuatan yang tak mampu dihancurkan. Sebab, kebersamaan itu adalah segala yang utama daripada perpecahan.

Perbedaan hanya perlu disyukuri, bukan dijadikan alasan untuk saling menyalahkan. Perbedaan hanya perlu diterima, lalu dipasang-serasikan; bukan ditolak dengan jalan permusuhan. Perbedaaan hanya butuh perbedaan yang lain untuk menjadi pasangan. Sebab, terkadang yang bersatu tak harus sama. Ada bagian-bagian yang tak dimungkinkan dikuasai sendiri. Ada celah-celah yang barangkali hanya orang lain yang mampu menempati dan menjadi bagiannya untuk difungsikan. Karena kita tahu, bahwa diri kita ini adalah makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Kita berbatas. Kita saling butuh untuk terjadinya interaksi dan komunikasi. Kita saling butuh untuk menghadirkan suasana hidup yang benar-benar hidup. Kita saling butuh untuk melanjutkan hidup. Dan kita butuh untuk saling melengkapi.

Barangkali, kelak kita akan mengalami dan merasakan sebuah momen ketika kita berbeda pendapat. Kita akan mendapati ego masing-masing yang boleh jadi akan meninggi dan tak mau dikalahkan. Kita berada pada keadaan yang sama-sama keras kepala. Tak ada yang mau mengalah. Dan tak ada yang mau merasa dikalahkan. Masing-masing dikuasai kediriannya yang sama sekali tak bisa dikatakan sudah dewasa dan mengerti. Padahal beda pendapat itu biasa; yang luarbiasa itu ketika berbeda, tetapi tetap satu dan saling menghargai.

Maka, mari saling mendewasakan diri. Belajar menghargai perbedaan. Belajar mendengar pendapat orang lain dan menahan diri untuk menjatuhkan harga diri orang lain. Buka jendela pikiran kita seluas-luasnya, agar tak pengap dengan pemikiran sendiri; supaya tak mudah menyesatkan buah dari pemikiran orang lain selain buah dari pemikiran kita sendiri.

*

Berbeda itu bukan soal. Yang jadi soal itu ketika berbeda, lalu mempersoalkannya. Berbeda itu bukan masalah. Yang jadi masalah itu ketika berbeda, lalu mempermasalahkannya. Berbeda itu wajar. Sewajarnya kita untuk memilih sepakat dalam perbedaan dan sepakat untuk hidup bersama dalam kebersamaan yang membahagia—sebab gejolak cinta yang memukul-mukul mesra di dalam hati kita.

Dan berjanjilah, kelak ketika detik jam mendetakkan waktu. Angka-angka ditunjuk bergantian tak merasa tertuduh—sebab, tak ada yang tahu di angka keberapa jarum jam itu berhenti menunjuk, sewaktu-sewaktu. Maka, berjanjilah untuk tetap setia bersama dalam barisan meski perbedaan seringkali muncul kepermukaan.

Dan percayalah, perbedaan tak akan melunturkan rasa yang telah lekat dalam hati. Perbedaan tak akan mampu menghapus rangkaian aksara yang sakral kulafazkan dalam degup yang hebat; di tengah kuyup tanganku menjabat tangan walimu dengan erat.

Mungkin satu-dua kita berbeda. Tetapi, semua itu tak cukup menjadi alasan untuk kita berpisah. Banyak hal yang menjadi alasan kita bertahan dan memilih untuk tetap setia bersama.

Malang, 22/08/18

20 Agu 2018

APAKAH KITA HARUS MELUPAKAN MASA LALU?



Aku ingin sejenak mengajakmu menengok perihal masa lalu. Banyak yang bertanya soal: apakah kita harus melupakan masa lalu?

Bagiku, masa lalu adalah salah satu ruang terbaik untuk belajar menjadi lebih baik. Sebab, ada kisah di dalamnya. Ada pengalaman, pengamalan, kegagalan, keberhasilan, dan semua yang kita butuhkan untuk berubah menjadi manusia yang lebih baik lagi.

Kau bisa tahu jalan mana yang akan membawamu pulang, jalan mana yang akan menyesatkanmu hilang, jalan mana yang berlubang, jalan mana yang aman, sampai jalan mana yang buntu; semua kau tahu dari kisah dan pengalamanmu di masa lalu.

Sebenarnya, tak hanya dari masa lalumu saja kau bisa belajar. Tetapi, kau juga bisa belajar dari masa lalu orang lain. Maka, penting kiranya kau juga memperhatikan masa lalu orang lain: perhatikan dan pelajari, tentang bagaimana dia bisa menjadi sosok yang luarbiasa seperti hari ini; tentang bagaimana dia mengawali langkah perubahannya; tentang apa saja yang dia lakukan semasa berjuang menuju posisinya sekarang; tentang apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi lebih baik, seperti apa yang dia capai hari ini.

Masa lalumu adalah hari-harimu yang kau lewati sampai hari ini. Jadi, hari ini, di mata esok adalah masa lalu yang akan menjadi pelajaran bagi esok dan lusa. Dengan harapan, esok tak lagi jatuh sebagaimana hari ini, dan lusa berhasil bangkit juga mampu mencapai apa-apa yang dicita-citakan sejak kemarin, di masa-masa yang lalu.

Masa lalu, bagiku, adalah satu hal yang sangat berharga dalam langkah-langkah dan jalan yang akan kita tempuh berikutnya. Seperti guru, ia mengajarkan apa yang harusnya dihindari dan apa yang harusnya diambil. Mulai hari ini, kau harus benar-benar belajar lebih menghargai masa lalu. Sebab, barangkali kelak aku akan menjadi masa lalumu. Esok atau lusa, boleh jadi apa saja yang telah kita lakukan bersama akan menjadi masa lalu yang jauh. Masa lalu yang tak mampu kita ulang kembali. Tetapi, kita bisa menghargainya dengan cara mempelajarinya, mengambil apa-apa yang baik di dalamnya, dan membuang jauh yang tak baik di dalamnya.

Lantas, apakah kita harus melupakan masa lalu?

Malang, 20/08/18

BERBINCANG DENGANMU



Aku ingin berbincang banyak denganmu. Tentang segala sesuatu yang ada dalam diriku. Perihal ide atau gagasan, pemikiran, dan perasaan-perasaan.

Maka, aku ingin menempatkanmu duduk di sampingku, tenang, dan mendengarkan. Kau hanya perlu mendengarkan. Kelak, ada gilirannya ketika aku akan tenang dan menjadi pendengar terbaikmu.

Malang, 20/08/18

15 Agu 2018

DI BALIK TERJADINYA BENCANA ALAM SEMESTA



/1/

guncangan gempa semesta,
debar-debur ombak laut yang tumpah,
dan gejolak alam lainnya;
bukan semata-mata terjadi tanpa sebab dan hikmah.

sebagaimana amirul mukminin,
sayyidina ‘umar ibn al-khaththab, mengetukkan tongkatnya ke bumi—
kala guncangan gempa semesta itu terjadi di negerinya, madinah—
lantas berkata: “wahai bumi adakah aku berbuat tak adil?”
sejurus kemudian kembali berkata dengan lantangnya:
“wahai penduduk madinah, adakah kalian berbuat maksiat?
tinggalkan perbuatan itu, atau aku akan meninggalkan kalian!”
begitu, disampaikan ibnu hajar al-asqalani, dalam fathul baari’, ix/244.

tetapi, masih banyak yang keras hati dan keras kepala berkata:
“tak perlu kaitkan gempa dengan maksiat dan azab Allah!”
“ini murni fenomena alam yang sedang tak baik-baik saja!”
“barangsiapa yang kaitkan gempa dengan maksiat
sesungguhnya dialah orang yang paling bodoh!” dan seterusnya ...

seakan-akan pemikiran seperti itu memang benar adanya,
setiap bencana yang terjadi memanglah sebuah fenomena alam;
namun, apakah benar semua itu hanya sekadar fenomena alam biasa?
jika benar begitu, mengapa reaksi khalifah ‘umar ibn al-khaththab
sampai begitu gusar pada dirinya sendiri dan penduduk madinah?
bahkan ia akan meninggalkan semua penduduk madinah
bila mereka tak mau meninggalkan kemaksiatan mereka.

lantas, sebenarnya ada apa di balik terjadinya berbagai bencana alam
yang Allah timpakan kepada hamba-nya?


/2/

apa benar, kita sudah menjadi manusia yang benar-benar
sudah menggunakan pendengaran kita dengan benar?
apa sungguh, kita sudah menjadi manusia yang sungguh-sungguh
sudah menggunakan akal kita untuk memikirkan tentang segala sesuatu?

“sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu
terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.
al qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat,
akan tetapi membenarkan (kiab-kitab) yang sebelumnya
dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk
dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
dalam quran surat yusuf 109-111.

lihatlah bagaimana ketika kaum nuh binasa diterjang banjir besar
akibat mendustakan nuh dan mengingkari seruannya

saksikanlah bagaimana ketika kaum luth hancur dihujani batu
akibat mendustakan luth dan mengingkari seruannya

renungkanlah bagaimana ketika kaum ‘ad musnah dihempas angin kencang yang dingin
akibat mendustakan hud dan mengingkari seruannya

lihatlah bagaimana ketika kaum tsamud mati bergelimpangan
ditimpa suara keras yang mengguntur
akibat mendustakan shaleh dan mengingkari seruannya

saksikanlah bagaimana ketika firaun dan pengikutnya binasa ditelan lautan
akibat mendustakan musa dan mengingkari seruannya

renungkanlah, saat ini, mengapa semua ini terjadi?
apakah kita telah mendustakan muhammad dan mengingkari seruannya?

Malang, 15/08/18

14 Agu 2018

KOPI TANPA GULA II

katamu kau tak suka yang manis-manis—
sudah biasa dengan yang pahit-pahit
kataku memang tak perlu lagi cari yang manis—
kau saja sudah lebih dari cukup

maksudku,
kau adalah gula bagi dirimu sendiri
bahkan boleh jadi,
kau adalah gula bagi orang lain

"gula, garam, atau apapun saja, yang penting
bisa bermanfaat bagi siapa saja," jelasmu.

"tetapi garam tak pernah berjodoh dengan kopi, bukan?" sergahku.
"sebab segala sesuatu punya khasiat dan tempat masing-masing..."

selain itu, label bahwa kau adalah gula atau kau adalah garam
juga tergantung dari sudut pandang mana dan sudut pandang siapa
kau dilihat dan diterjemahkannya:

barangkali kau adalah gula bagi kopi malam-malamku
boleh jadi kau adalah garam bagi masakan orang lain

Malang, 14/08/18

13 Agu 2018

KOPI TANPA GULA I



ketika kopiku tak lagi pahit di lidah
sebab kutambahkan beberapa sendok gula pasir ke dalamnya
kau bilang aku bukan penikmat kopi sejati—
kau kira apa aku juga seorang nokturnal yang semalaman suntuk
menulis puisi dan mencandu kopi?

ah, apapun itu!
lagi-lagi kau membuatku terpaksa melahirkan kata-kata
memilin tali-temati makna rasa yang sengaja kupendam
yang sempat terencana kelak pada suatu penggal cerita
pada akhirnya juga akan berdebam

akhirnya aku pilin juga kata-kata balasan dari kata-katamu
tentang aku yang bukan penikmat kopi sejati
kubilang, “sebab aku bukan penikmat kehidupan.
kecuali bila ada kamu, gula.” sebuah kiasan yang kemanisan

esok hari kau kirimkan pilinan kata-kata itu;
kata-kata yang mungkin kau kira dengan kata-kata itu
aku akan jatuh tersungkur tak punya muka lagi di hadapmu
dan aku malu untuk mengakui kekalahanku

ada yang harus kau tahu ternyata,
aku memang tak suka kopi tanpa gula
dan kau jungkalkan aku dengan kata-kata:
“kau tak mencerminkan seorang pemuda!”

deg! hati tersentak, jiwa menghentak
sempat kurajut beberapa kalimat pembungkam untuk kata-katamu itu:
“biar saja, karena aku bukan sebuah cermin yang selalu mampu dan mau
mengikuti apa kehendakmu dan segala tingkah laku kehidupanmu!”
tetapi setelah itu kuputuskan untuk mengurungkannya
barangkali, sebab aku tak suka kopi tanpa gula.

Malang, 13/08/18

12 Agu 2018

PULANG DAN KEMBALI



secangkir kopi dan seteguk kenangan
senja mengakrabi langit yang sepi dan sedih
dan mata mentari mengintip sebelum beranjak pergi—
sebelum kami benar-benar pulang dan kembali

Sukorame, Lamongan, 12/08/18

11 Agu 2018

HATIMU TEMPAT SAMPAH?



sampah menggunung di sudut hatimu
baunya tak tergambarkan: busuk begitu!
kata orang, “buanglah sampah pada tempatnya!”
apakah hatimu tempat sampah?

Malang, 11/08/18

BIRU LANGIT DAN JALAN YANG SULIT



langit membiru di atas kepala
merah darah di hati mereka
sulit jalanan menuju surga
bebas hambatan jalanan neraka

juang di dada menguatkan raga
jurang di mata melemahkan jiwa
kaki-kaki lesat berlari menuju
mata hati pekat menjegal tubuh

Malang, 11/08/18

10 Agu 2018

BAPAK TUA PEMBAWA PAYUNG



bapak tua pembawa payung itu
adalah bapak bagi anak-anaknya
sebagaimana bapak-bapak lainnya
ia sayang kepada anak-anaknya

bapak tua pembawa payung itu
adalah bapak dari anak-anaknya
entah sampai kapan statusnya diakui
mungkinkah sampai maut mendatangi?
dan maut siapa yang mendahului;
bapak tua itu atau anak-anaknya?

rasa sayang saja tak cukup
setelah hujan badan kuyup
hujan butuh diakui sejak sebelum jatuh
agar payung tak alpa dibawa pergi jauh

Malang, 10/08/18

1 Agu 2018

HIDUP DAN MATI

matimu pasti datang,
jangan khawatir!

hidup pasti berakhir,
jangan bimbang!

yang terpenting,
hidup dan matimu itu
untuk siapa?

Agustus, 2018