22 Agu 2018

CUKUPKAH PERBEDAAN ITU DIJADIKAN ALASAN UNTUK BERPISAH DAN TAK MAU LAGI BERSAMA?



Dunia ini dan seluruh yang ada di dalamnya, sejatinya disusun dari perbedaan-perbedaan. Kau bisa mengamatinya mulai dari apa-apa yang ada di sekitarmu. Atau barangkali kau bisa mengamatinya mulai dari dirimu sendiri. Tanganmu, misalnya. Jika benar-benar kau amati, maka akan kaudapati bahwa sejatinya tangan kiri dan tangan kananmu benar-benar berbeda. Kebayang atau tidak, jika semisalnya kedua tanganmu bukanlah sepasang? Maksudnya, jika misalnya kedua tanganmu adalah tangan kanan semua, akan seperti apa jadinya? Begitu pun dengan kedua telinga dan kedua kakimu. Tak akan sempurna fungsinya jika keduanya bukanlah sepasang. Dan akan sulit untuk menjadikan keduanya saling bekerja sama dalam segala hal. Sebab, keduanya bukanlah sepasang yang serasi.

Tidak berhenti di situ, kau bisa pikirkan tentang langit dan bumi yang menjadi tempat tinggal kita saat ini. Apakah keduanya sama? Tidak, keduanya adalah sesuatu yang berbeda. Tak perlu aku jelaskan apa-apa yang menyusun keduanya, ya. Aku rasa, kau bisa menalar semuanya.

Bagiku, perbedaan adalah persamaan untuk sepakat memilih berbeda. Hanya saja terkadang barangkali kita memandang dari sudut yang salah. Sehingga banyak yang menyalahkan perbedaan. Banyak yang menjadikannya bahan permusuhan. Dan tak sedikit yang menjadikannya sebab perpecahan. Padahal, jika kita bisa menyikapinya dengan baik, boleh jadi justru akan tercipta sebuah kekuatan yang tak mampu dihancurkan. Sebab, kebersamaan itu adalah segala yang utama daripada perpecahan.

Perbedaan hanya perlu disyukuri, bukan dijadikan alasan untuk saling menyalahkan. Perbedaan hanya perlu diterima, lalu dipasang-serasikan; bukan ditolak dengan jalan permusuhan. Perbedaaan hanya butuh perbedaan yang lain untuk menjadi pasangan. Sebab, terkadang yang bersatu tak harus sama. Ada bagian-bagian yang tak dimungkinkan dikuasai sendiri. Ada celah-celah yang barangkali hanya orang lain yang mampu menempati dan menjadi bagiannya untuk difungsikan. Karena kita tahu, bahwa diri kita ini adalah makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Kita berbatas. Kita saling butuh untuk terjadinya interaksi dan komunikasi. Kita saling butuh untuk menghadirkan suasana hidup yang benar-benar hidup. Kita saling butuh untuk melanjutkan hidup. Dan kita butuh untuk saling melengkapi.

Barangkali, kelak kita akan mengalami dan merasakan sebuah momen ketika kita berbeda pendapat. Kita akan mendapati ego masing-masing yang boleh jadi akan meninggi dan tak mau dikalahkan. Kita berada pada keadaan yang sama-sama keras kepala. Tak ada yang mau mengalah. Dan tak ada yang mau merasa dikalahkan. Masing-masing dikuasai kediriannya yang sama sekali tak bisa dikatakan sudah dewasa dan mengerti. Padahal beda pendapat itu biasa; yang luarbiasa itu ketika berbeda, tetapi tetap satu dan saling menghargai.

Maka, mari saling mendewasakan diri. Belajar menghargai perbedaan. Belajar mendengar pendapat orang lain dan menahan diri untuk menjatuhkan harga diri orang lain. Buka jendela pikiran kita seluas-luasnya, agar tak pengap dengan pemikiran sendiri; supaya tak mudah menyesatkan buah dari pemikiran orang lain selain buah dari pemikiran kita sendiri.

*

Berbeda itu bukan soal. Yang jadi soal itu ketika berbeda, lalu mempersoalkannya. Berbeda itu bukan masalah. Yang jadi masalah itu ketika berbeda, lalu mempermasalahkannya. Berbeda itu wajar. Sewajarnya kita untuk memilih sepakat dalam perbedaan dan sepakat untuk hidup bersama dalam kebersamaan yang membahagia—sebab gejolak cinta yang memukul-mukul mesra di dalam hati kita.

Dan berjanjilah, kelak ketika detik jam mendetakkan waktu. Angka-angka ditunjuk bergantian tak merasa tertuduh—sebab, tak ada yang tahu di angka keberapa jarum jam itu berhenti menunjuk, sewaktu-sewaktu. Maka, berjanjilah untuk tetap setia bersama dalam barisan meski perbedaan seringkali muncul kepermukaan.

Dan percayalah, perbedaan tak akan melunturkan rasa yang telah lekat dalam hati. Perbedaan tak akan mampu menghapus rangkaian aksara yang sakral kulafazkan dalam degup yang hebat; di tengah kuyup tanganku menjabat tangan walimu dengan erat.

Mungkin satu-dua kita berbeda. Tetapi, semua itu tak cukup menjadi alasan untuk kita berpisah. Banyak hal yang menjadi alasan kita bertahan dan memilih untuk tetap setia bersama.

Malang, 22/08/18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar