8 Des 2018

PERASAAN

hari ini,
apakah manusia
sudah benar-benar
tak punya perasaan?

lantas apa,
apa manusia
masih benar-benar
layak disebut manusia?

08/12/18

4 Des 2018

PAPAN OPINI

Kita adalah suara
bagi bunyi-bunyi yang sepi.
Kita adalah lidah bagi mulut-mulut
yang dibungkam penguasa.
Kita adalah kaki bagi tubuh
yang dipaksa lumpuh.
Kita adalah papan opini
bagi kebenaran yang dipaksa sembunyi.
Kita adalah corong-corong hati nurani.

4-12-2018

28 Okt 2018

PEMUDA DAN KEBANGKITAN PERADABAN 5.0





Kita adalah tonggak-tonggak peradaban. Kita adalah api yang berkobar. Kita adalah semangat tak terkalahkan. Kita adalah pendobrak perubahan.

Kita adalah pemuda.

Hanya di tangan kita segala perubahan itu berawal. Hanya di tapak langkah kaki kita segala kebangkitan itu berpangkal. Dan hanya di kepala kita segala revolusi terbaik itu berasal. Sebab, yang mendidih di kepala kita hanyalah ide, pemikiran, dan hukum-hukum yang Allah berikan untuk diterapkan dan ditegakkan dalam kehidupan. Inilah yang kita perjuangkan.

Karena kita adalah motor penggerak bagi kebangkitan yang dijanjikan tegak.

Kita adalah pemuda.
---
Mari berkaca pada masa itu; ketika Rasulullah mengawali dakwahnya dengan memilih mengajak para pemuda ikut dalam misi besarnya—menguatkan gema Islam di Makkah juga Madinah. Melahirkan suara-suara lantang menguarkan kebenaran pada telinga-telinga orang jahiliyah, membentuk pikiran cemerlang sosok-sosok pemuda pejuang, dan semangat juang pun mengobar dalam tubuh yang kekar.

Langkah-langkah pun melesat berbekas di medan perang. Tekad menguat; mental berani mati demi kebenaran yang digenggam. Musuh-musuh pun diterjang tanpa takut tumbang. Semangat mengakar pada akidah yang benar; resiko apa pun dijelang demi kebangkitan Islam.

Merekalah pemuda-pemuda dengan didikan Islam, berakidah yang kuat dan berkepribadian yang dahsyat.
---
Sejatinya, membangun kembali peradaban yang pernah gemilang—terang menjangkau seluruh dunia—adalah merangkai kembali keping-keping yang tercecer dari keutuhan kejayaan sebelumnya. Sementara membangun peradaban Islam adalah menyusun kembali batu bata agama dan negara menjadi bangunan megah—penjaga dan pelindung umat manusia.

Dan pemuda adalah kunci pembuka bagi peradaban Islam. Sebab, pemuda memiliki potensi besar untuk bergerak dan mewujudkan kebangkitan Islam.

Kebangkitan itu adalah majunya pemikiran, yang terwakili dalam akidah aqliyah politis yang layak menjadi kaidah bagi pemikiran-pemikiran masyarakat dan menjadi sumber bagi pancaran sistemnya, serta sebagai asas bagi peradabannya. Kebangkitan hakiki hanya akan lahir dari rahim Islam. Sebab, Islam berpijak pada akidah yang kuat dan bernaung pada sistem yang hebat—yang mengatur segala aspek kehidupan, tanpa terkecuali.
---
Pemuda adalah penyangga negara yang memiliki kekuatan dan potensi besar. Sebagaimana sistem khilafah yang memiliki paradigma bahwa kesejahteraan adalah ketika kebutuhan (sandang, pangan, papan) terpenuhi.

Apa yang bisa kita lakukan hari ini? Apakah cukup berdiam diri menanti peradaban gemilang itu bangkit kembali? Sejatinya bukan tentang kapan peradaban itu bangkit kembali; tetapi tentang apa yang telah kita lakukan untuk menjemput kebangkitan peradaban itu sendiri. Karena sesungguhnya peran pemuda adalah membangun pemikiran umat dan menemukan penyelesaian dari segala permasalahan umat.
---
Mari kembali berkaca pada masa itu; ketika khilafah mampu melahirkan pemuda-pemuda terbaik sepanjang masa. Tersebutlah Muhammad Al Fatih, seorang pemuda yang sejak balig hingga meninggal, shalat rawatib dan tahajud pun tak pernah tertinggal. Pencapaian terbaiknya adalah menaklukkan Konstantinopel pada usia yang sangat muda, 21 tahun.

Selain itu, muncul nama Ibnu Sina, berjuluk “Bapak Pengobatan Modern” yang terkenal sampai ke Barat. Dan nama lain yang muncul adalah Imam Syafi’i, yang di usia tujuh tahun mampu menghafal seluruh ayat Al-Qur’an. Imam Syafi’i adalah imam besar yang dari luas keilmuannya lahirlah 174 kitab—yang dikaji dan dijadikan rujukan hingga saat ini.

Khilafah memiliki visi politik untuk menjadikan negara kuat dan terdepan—yang tidak mudah dijajah oleh musuh-musuh Islam. Khilafah memiliki langkah strategis termasuk pemberdayaan generasi muda dalam menyongsong peradaban gemilang yang dapat menghantarkan kepada penghargaan tertinggi, sebagai umat terbaik di muka bumi.

Kita adalah pemuda. Bersama, wujudkan kebangkitan Islam. Allahu Akbar!

Malang, 28/10/18

24 Okt 2018

CARA MENGHORMATI YANG BENAR DAN KEDUNGUAN YANG SEMARAK





: sebuah puisi protes terhadap pernyataan ketua umum GP Ansor
dan panglima tertinggi banser, Yaqut cholil Qoumas, tentang bendera tauhid
dan kutukan terhadap perbuatan oknum banser yang membakar bendera Ar-Royah


Kalau cara menghormati yang benar adalah dengan cara membakar;
betapa sabarnya Namrud kepada Ibrahim?

Kalau cara menghormati yang benar adalah dengan cara membakar;
betapa mukhlisnya Aswad Al-Ansi atas perlakuannya kepada Abu Muslim Al-Khaulani?

Padahal Namrud itu raja yang angkuh, sesat, ingkar, dan kufur nikmat.
Sementara Aswad Al-Ansi adalah pembohong besar, nabi palsu,
yang mendaku utusan Tuhan dari negeri Yaman.

Kalau cara menghormati yang benar adalah dengan cara membakar;
betapa terhormatnya kayu bakar, rokok, sumbu kompor, termasuk kalori
dan semangat butamu membela bendera ormasmu itu!

Logika sesat seperti ini tak perlu dilestarikan;
sebab, hanya kedunguan yang mampu menciptakan.

Untuk melihat kebenaran, cukuplah menengok hati kecilmu;
mensyukuri nikmat dengan cara menggunakan akal sehat.

Bagaimana pun, membakar bendera bertuliskan kalimat Tauhid
dengan dalih penyelamatan adalah tindakan bodoh—
hasil kolaborasi antara semangat buta dan kebencian yang menguasa.

Apalagi dianalogikan dengan kasus sobekan ayat Qur’an;
yang adabnya memang harus dibakar karena takut tercecer
dan terinjak—begitulah cara memuliakannya.

Lantas, apakah beradab jika yang dibakar itu
adalah Al-Quran yang utuh—dengan dalih memuliakannya?

Yang kau bakar itu kalimat Tauhid yang utuh; bukan sobekan!
Lantas, mengapa kau bakar ramai-ramai?
Seperti sedang merayakan kekalahan musuh bebuyutan;
Semacam ritual kemenangan suatu persaingan.

Ah, kedunguan semakin semarak hari ini;
dirayakan di hari-hari besar nasional,
dihayati di lapangan-lapangan upacara bendera,
bahkan dibagi-bagi di gedung-gedung istana negara.

Lantas, mau dibawa ke mana akal sehat dan hati nurani kita?
Semoga Allah memuliakanmu sebagaimana caramu memuliakan-Nya!

Malang, 24/10/18

18 Okt 2018

DRAMA REZIM ZALIM

Menarasikan rezim ini, barangkali butuh banyak waktu, butuh banyak tinta, dan butuh banyak lembaran kertas kosong untuk menuliskannya; saking banyaknya berita hoaks yang membangun, pencitraan yang berlebihan, dan boneka-boneka yang memerankan tokoh drama melankolia di panggung sandiwara.

Tokoh antagonisnya sesungguhnya adalah tokoh yang melabeli dirinya sendiri sebagai tokoh protagonis dalam cerita—memaksakan kehendak, berlaku sewenang-wenang.

Memerankan tokoh pemimpin yang merakyat, tetapi mencekik rakyat dengan kebijakan-kebijakan ala penjahat. Seperti adegan ketika menyusuri selokan demi selokan, dijepret ajudan dengan kamera andalan, diunggah dengan framing yang tepat dan menguntungkan. Seolah peduli dengan nasib rakyat, tetapi esok hari segala harga seketika meroket tinggi. Begitu pun angka impor beras meninggi, meresahkan petani yang peras keringat menanam padi, dan harus menuai kenyataan bahwa antara harga beras dan perjuangan menanam padi tak lagi mengimbangi.

Tak hanya itu, ada adegan yang sempat romantis dengan citra yang manis; ketika janji-janji di awal pemilihan dilafalkan dengan begitu puitis. Dan ternyata, pada akhirnya janji hanya tinggal janji. Rasa manis seketika hambar cenderung pahit meracuni hati.

Dan akibat perwatakan rezim yang dijalankan oleh boneka-boneka kapitalis birokrat yang disetir oleh Barat, hari ini negara menjadi kacau dan menimbulkan berbagai konflik yang pelik. Mulai dari pembubaran ormas Islam, persekusi ulama, pembubaran majelis-majelis ilmu, bangkitnya PKI, harga pangan melonjak, hutang negara membengkak, BBM naik, sampai bencana-bencana yang datang memakan korban dan menghancurkan berbagai insfrastruktur yang dibangga-banggakan. Ternyata, Sutradara kehidupan yang sesungguhnya murka besar atas rezim yang jauh dari keimanan dan ketaatan pada Tuhan.

Ah, memang butuh banyak waktu untuk menarasikan rezim ini atas segala kezalimannya. Tetapi, tak butuh banyak waktu untuk rakyat memilih bergerak, melawan, dan mengopinikan bahwa sistem kapitalis-demokrasi harus diganti dengan sistem Islam yang memperlakukan rakyat lebih manusiawi.

Pada akhir cerita, rakyat bersuara, bersatu bersama, bangkit dengan iman di dada, mengibarkan panji liwa’ dan royah untuk syariah dan khilafah—rakyat makmur-sejahtera—menjangkau-menaungi seluruh dunia.

Malang, 18 Oktober 2018

6 Okt 2018

5 QUOTES DAKMPAK BERBOHONG



Ilustrasi: Kathrin Honesta

Beberapa hari yang lalu sempat viral kasus #RatnaSarumpaet tentang kebohongannya bahwa dia telah dipukuli oleh beberapa orang.

Ternyata, wajahnya yang "bonyok" adalah efek dari sedot lemak bagian pipi yang dia jalani.

Berikut 5 quotes pelajaran yang bisa diambil dari kasus ini. (Baiknya simak video pengakuannya terlebih dahulu di sini).












29 Sep 2018

LANGIT TAKDIR

doa-doa mengudara ke langit-langit takdir
bekerja menggalang awan menjelma mendung
berharap bala bantuan datang seperti hujan yang hadir
tak reda-reda hingga retak tanah tak lagi menyandung

guncangan hanyalah tanda bagi iman yang mudah goyah
guncangan hanyalah isyarat bagi dosa yang makin menguasa
guncangan hanyalah lambang bagi maksiat yang terus merajalela
guncangan hanyalah firasat bagi semesta yang lekas menemu ajalnya

meski ia hanya, tetapi ia teguran yang nyata
sejarah telah merekam banyak jejaknya
semesta tak mampu menyangkal tentang kedahsyatannya
bumi dan langit menjadi saksi atas segala luapan emosinya

kita adalah hutan-hutan yang hangus dibakar kedengkian
kita adalah rumah-rumah yang hilang ditelan kekikiran
kita adalah jalanan aspal yang retak diremas keangkuhan
kita adalah tanah-tanah yang remuk dilumat kebohongan

kita sejatinya adalah bencana itu sendiri
sungguh, kerusakan di darat maupun di lautan
kebanyakan adalah ulah manusia sendiri
luruhkan kemaksiatan, junjung kebaikan


*Ditulis untuk fenomena Gempa Donggala dan Palu 28 September 2018

27 Sep 2018

EMPAT PUISI JALAN MAUT

“Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup.”
(QS. Ar-Rum: 19)



PERJALANAN PULANG

melanjutkan perjalanan pulang
setelah beku di kediaman yang fana
tak ada yang tinggal: sungguh
selain sisa abu waktu yang tanggal: luruh

melanjutkan perjalanan pulang
sehabis tubuh jatuh dan rebah
tak ada yang tanya: ke mana?
selain gundukan tanah yang mengubur: bagaimana?

Malang, 01 Juli 2018


ADA DAN TIADA


kita pernah tiada lalu ada
mengabisi waktu sisa-sisa
kita pernah ada lalu tiada
menangisi waktu sia-sia

Malang, 01 Juli 2018


DARI SELA JARI-JEMARI KITA

telapak tangan bergaris
arah takdir yang tertulis
menyeka gerimis di pipi
payung hati menutupi
dari sela jari-jemari kita
ada yang memancar dan begitu saja
dari sela jari-jemari kita
ada yang memancar dan menengadah

Malang, 01 Juli 2018


RAHASIA WAKTU

tak ada yang tahu rahasia waktu
maut mamanggil - kita menggigil
berlumur sakit di sekujur tubuh
ketika penggerak raga diambil

tak ada yang tahu hentian waktu
ajal memenggal - kita menanggal
tak ada daya apa pun tuk menghalau
selamat tinggal dunia yang tak kekal

Malang, 02 Juli 2018
*Empat Puisi “Jalan Maut” dimuat di Malang Post, edisi 23 September 2018

26 Agu 2018

BAGAIMANA GAMBARAN JELASNYA TENTANG AKIDAH DAN IDEOLOGI?



Aku tak pandai menggambar. Aku hanya bisa merangkai kata-kata. Maka, aku akan menggambar dengan kata-kata. Perhatikan!

Setiap bangunan tentu memiliki pondasi sebagai awalan. Pondasi berfungi sebagai penopang bangunan agar tak mudah rubuh. Pondasi harus sangat diperhatikan. Sebab, jika ada kesalahan sedikit saja dengan pondasinya, maka bangunan akan terancam bermasalah. Dari sini kita mendapatkan sebuah konsep, yaitu: jika pondasinya kuat, maka bangunannya pun kuat—berbanding lurus.

Sementara akidah itu adalah pondasi awal bagi manusia untuk hidup dengan benar. Fungsinya adalah menopang bangunan iman kita agar tak mudah goyah. Akidah tak boleh lemah dan rapuh. Akidah harus kuat dan mampu diuji kesahihannya. Sebab, jika ada kesalahan dengan akidahnya, maka seluruh aktifitasnya akan ikut bermasalah.

Sejatinya, akidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup; serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan, di samping hubungannya dengan sebelum dan sesudah alam kehidupan (An-Nabhani, 2006: 43). Sementara mabda atau ideologi dijelaskan oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani sebagai aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan. Dan peraturan inilah yang berfungsi sebagai solusi untuk memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia, menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya, memelihara akidah serta untuk mengemban mabda atau ideologi.

Lebih jauh lagi kita akan menemu istilah thariqah dan fikrah. Keduanya adalah cakupan dari mabda atau ideologi. Thariqah adalah tentang cara pelaksanaan pemecahan berbagai problematika hidup manusia, pemeliharaan akidah, dan penyebaran risalah dakwah.

Sedangkan fikrah mencakup akidah dan berbagai pemecahan masalah hidup.

Mabda atau ideologi dapat muncul dalam pikiran seseorang, baik melalui wahyu Allah yang diperintahkan untuk mendakwahkannya atau dari kejeniusan yang nampak ada pada diri seseorang tersebut.

Mabda atau ideologi yang muncul dalam pikiran seseorang melalui wahyu Allah adalah proses yang benar dan mabda atau ideologi yang pasti kebenarannya (qath’i). Karena bersumber dari Al-Khaliq, yaitu Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sedangkan mabda atau ideologi yang muncul dalam pikiran seseorang karena kejeniusan yang nampak dalam dirinya adalah mabda atau ideologi yang salah (bathil). Karena berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak dapat menjangkau segala sesuatu yang nyata.

Selain itu pemahaman manusia tentang proses lahirnya sebuah peraturan selalu saja menimbulkan banyak perbedaan, perselisihan, dan pertentangan, serta selalu terpengaruh lingkungan tempat ia hidup. Sehingga membuahkan sebuah peraturan yang saling bertentangan; yang mendatangkan kesengsaraan bagi manusia. Sebab itu, mabda atau ideologi yang muncul dalam pikiran seseorang dari kejeniusan yang nampak dalam dirinya adalah mabda atau ideologi yang salah, baik dilihat dari segi akidahnya maupun peraturan yang lahir dari akidah tersebut.

Maka, atas dasar inilah azas suatu mabda atau ideologi adalah ide dasar yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan.

Ah, ceritaku kali ini terasa agak berat, ya. Tetapi, aku harap kau bisa mengikuti semua cerita-ceitaku hingga selesai. Mungkin tidak benar-benar selesai. Kelak ada saatnya aku akan benar-benar menyelesaikan semuanya bersamamu, di sisa-sisa hidupku, sampai ajal menjemput kita masing-masing.

Malang, 26/08/18

25 Agu 2018

APA LANDASAN TERKUAT KITA MEMILIH SEPAKAT UNTUK BERSATU?



Jika ada seseorang bertanya kepadamu tentang landasan kita memilih sepakat untuk bersatu, kira-kira apa jawabanmu?

Ohya, sebelum aku mendengarkan seluruh jawabanmu, aku ingin pertanyaan itu dihadapkan kepadaku terlebih dahulu; dan aku akan menjawab dengan seterang-terangnya, semampuku.

Kau tahu, bagaimana konsep landasan agar kuat dan tak mudah runtuh? Bagiku, sesuatu apapun akan kuat dan tak mudah runtuh jika landasannya pun kuat dan kokoh. Suatu kasus, misalnya. Mengapa banyak terjadi tawuran antarsupporter sepak bola, padahal mereka satu negara dan bahkan seagama? Ada lagi: mengapa banyak perang antarsuku, permusuhan antargeng atau komunitas, dan perseteruan lainnya; kira-kira mengapa semua itu terjadi?

Sebelum kelak aku memintamu untuk berpendapat tentang hal ini, aku benar-benar ingin semuanya dihadapkan kepadaku terlebih dahulu. Aku akan mencoba menjawab semua pertanyaan itu dengan pemahamanku sebagai seorang pembelajar tentang segala sesuatu. Kelak, kau akan tahu salah satu karakterku dalam memperoleh sesuatu.

Bagiku, landasan itu ada hubungannya dengan ikatan. Sementara jenis-jenis ikatan itu ada beberapa macam menurut Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani, seorang Ulama, Politikus Muslim rujukanku dalam ilmu dan gerakan politik.

Disebutkan oleh beliau, jenis ikatan pertama adalah nasionalisme. Ikatan nasionalisme terjadi tatkala manusia hidup berdampingan dalam suatu wilayah tertentu dan tidak beranjak dari situ. Di dalam ikatan ini, naluri mempertahankan diri berperan dan mendorong manusia untuk membela negaranya, tempat mereka lahir dan tempat mereka melanjutkan kehidupan setiap harinya. Dari sinilah ikatan nasionalisme itu bermula. Semisal ketika ada manusia dari negara lain mencoba mengancam untuk menyerang dan menaklukkan negara tertentu, maka ikatan ini menguat. Tetapi, jika tak ada ancaman apa-apa, maka ikatan ini melemah, bahkan sirna. Demikian lemahnya nilai dari ikatan ini.

Kedua, adalah ikatan kesukuan (sukuisme). Ikatan kesukuan ini hampir mirip dengan ikatan kekeluargaan; hanya saja sedikit lebih luas. Di dalam ikatan ini, naluri mempertahankan diri berperan dan mendorong manusia untuk berkuasa atau berebut kekuasaan, sehingga besar kemungkinan muncul sifat fanatisme golongan. Lebih lanjut, kata Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani (2006: 40), mereka dikuasai oleh hawa nafsu dalam usahanya membela anggotanya terhadap anggota suku yang lain. Dengan demikian, ikatan semacam ini tidak sesuai dengan martabat manusia. Ikatan ini senantiasa menimbulkan berbagai pertentangan intern, kalau tidak disibukkan dengan berbagai perselisihan dengan pihak luar (keluarga, suku, bangsa, dan lain-lain). Maka, tidak jarang kita temukan berbagai permusuhan, peperangan, dan perseteruan antarsuku.

Ketiga, adalah ikatan kemaslahatan. Ikatan kemaslahatan ini sifatnya hanya sementara. Dan berbahaya jika digunakan untuk mengikat antara manusia satu dengan manusia lain; padahal tujuannya adalah kebaikan dan berharap langgeng kebaikan itu diperjuangkannya. Sebab, ikatan ini landasannya adalah kepentingan. Sementara kepentingan itu bisa selesai dan pada akhirnya—boleh jadi—akan tercapai. Jika kepentingan itu tak ada lagi, maka berakhirlah ikatan antara anggotanya. Tak ada lagi yang peduli antara satu dengan yang lain. Selesai.

Keempat, adalah ikatan kerohanian yang tidak memiliki peraturan; dan aktifitasnya hanya terbatas pada kegiatan spiritual saja. Ikatan ini abai dengan aktifitas lainnya, seperti kehidupan sehari-hari. Sebab, di dalam ikatan ini tidak mempunyai aturan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang ada. Maka, ikatan ini tidak layak dijadikan pengikat yang kuat untuk mencapai sebuah kebangkitan atau kemajuan. Karena sudah jelas bahwa landasan ikatan ini terbatas dan hanya menyentuh wilayah-wilayah tertentu saja. Jadi, tak bisa digunakan sebagai landasan untuk mencapai cita-cita dalam sebuah kesepakatan persatuan.

Terakhir, dijelaskan oleh Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani (2006: 42) bahwa ikatan yang benar untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah aqidah aqliyah (akidah yang sampai proses berpikir) yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh. Inilah yang disebut sebagai ikatan ideologis (berdasarkan pada suatu mabda/ideologi). Mudahnya, ikatan ideologis ini berhubungan dengan mabda/ideologi. Sementara landasannya adalah akidah yang dihasilkan dari proses berpikir sebelumnya; dan yang melahirkan peraturan hidup menyeluruh. Tentang akidah dan ideologi, barangkali esok akan aku ceritakan kepadamu.

Lantas, mengapa banyak terjadi tawuran antarsupporter sepak bola, padahal mereka satu negara dan bahkan seagama? Mengapa banyak perang antarsuku, permusuhan antargeng atau komunitas, dan perseteruan lainnya; kira-kira mengapa semua itu terjadi?

Sampai di sini, aku harap kau tahu dan paham tentang bagaimana aku akan menjawab semua pertanyaan itu.

Satu pertanyaan besar yang belum sepenuhnya kujawab: apa landasan terkuat kita memilih sepakat untuk bersatu?

Tentu sejak awal kau tahu, aku memilihmu bukan karena kita satu negara, bukan karena kita satu suku, bukan karena bisnis tawar-menawar kemaslahatan dan kepentingan lain, juga bukan karena aktifitas spiritual semata. Akan tetapi, karena kita meyakini bahwa manusia, alam semesta, dan kehidupan tak diciptakan tanpa karena. Kita percaya bahwa dengan bersatu, manusia saling bertemu; berbagi kasih sayang; mengumpul pahala menjulang. Alam semesta pun menjadi rumah dan tempat bertumbuhnya kebaikan-kebaikan amal ibadah. Serta kehidupan berjalan dengan kaki-kaki yang kuat; kaki-kaki yang menopang tubuh kehidupan dengan amanah Tuhan di pundaknya, dengan visi terbaik dan misi paling mulia: mengajak dan menyeru! Barangkali lusa akan kusampaikan ulang atau kita baca berdua perihal visi dan misi yang telah kita tuliskan dalam selembar kertas—yang kita simpan—tatkala awal memutuskan untuk berkenalan satu sama lain.

Lantas, apa landasan terkuat kita memilih sepakat untuk bersatu?

Sebagaimana nasihat Ibnu Qayyim Al-Jauzy tentang konsep kekutan sesuatu itu tergantung bagaimana kuatnya landasannya. Barangkali aku akan kan menyederhanakannya dengan kata-kata dan bahasaku sendiri; agar kau tahu bagaimana caraku menjelaskan tentang segala sesuatu kepada seseorang yang kupilih sebagai pendamping hidupku sendiri.

Kurang lebih seperti ini konsepnya: jika ingin cinta itu bertahan dan kuat sampai kapan pun jua, maka carilah landasan yang juga kuat sampai kapan pun jua. Jika mau cinta itu terus ada dan hidup kekal selamanya, maka carilah landasan yang juga terus ada dan hidup kekal selamanya. Jika berharap cinta itu tak terbatas oleh sekat apapun saja, maka carilah landasan yang tak terbatas oleh apapun saja. Dan sungguh, tak ada mampu bertahan dan kuat sampai kapan pun saja, tak ada yang akan terus ada dan hidup kelal selamanya, dan tak ada yang tak terbatas oleh apapun saja, kecuali hanya satu: Allah Yang Mahaperkasa, Allah Yang Maha Kekal, dan Allah yang mempunyai sifat azali; tak berawalan dan tak berakhiran. Dan Dialah Allah, sebagai landasan terkuatku memilih sepakat untuk bersatu, hidup bersamamu. Kau tahu itu. Aku mencintaimu karena Allah.

*

Mencintai karena fisik, barangkali hanya akan bertahan beberapa puluh tahun saja. Boleh jadi, sepuluh tahun pertama bersama, cinta itu akan surut seiring kulit yang berkerut. Cinta itu akan lambat laun akan berkurang seiring gigi tua yang mulai jarang. Cinta itu akan meniada seiring rambut putih yang renta. Cinta itu tak akan lama jika fisik sebagai landasan cintanya.

Mencintai karena harta, barangkali hanya akan bertahan sementara; dan hal ini sungguh sangat membahayakan. Sebab, jika landasan cintanya adalah karena ada harta, kelak jika harta itu lenyap maka akan lenyap pula cinta itu.

Mencintai karena apapun saja selain Allah, maka cinta itu pada akhirnya akan lekas binasa—semua hanya soal waktu. Sebab, pada akhirnya, dunia dan segala isinya akan menemu ajalnya masing-masing.

Malang, 25/08/18