18 Okt 2018

DRAMA REZIM ZALIM

Menarasikan rezim ini, barangkali butuh banyak waktu, butuh banyak tinta, dan butuh banyak lembaran kertas kosong untuk menuliskannya; saking banyaknya berita hoaks yang membangun, pencitraan yang berlebihan, dan boneka-boneka yang memerankan tokoh drama melankolia di panggung sandiwara.

Tokoh antagonisnya sesungguhnya adalah tokoh yang melabeli dirinya sendiri sebagai tokoh protagonis dalam cerita—memaksakan kehendak, berlaku sewenang-wenang.

Memerankan tokoh pemimpin yang merakyat, tetapi mencekik rakyat dengan kebijakan-kebijakan ala penjahat. Seperti adegan ketika menyusuri selokan demi selokan, dijepret ajudan dengan kamera andalan, diunggah dengan framing yang tepat dan menguntungkan. Seolah peduli dengan nasib rakyat, tetapi esok hari segala harga seketika meroket tinggi. Begitu pun angka impor beras meninggi, meresahkan petani yang peras keringat menanam padi, dan harus menuai kenyataan bahwa antara harga beras dan perjuangan menanam padi tak lagi mengimbangi.

Tak hanya itu, ada adegan yang sempat romantis dengan citra yang manis; ketika janji-janji di awal pemilihan dilafalkan dengan begitu puitis. Dan ternyata, pada akhirnya janji hanya tinggal janji. Rasa manis seketika hambar cenderung pahit meracuni hati.

Dan akibat perwatakan rezim yang dijalankan oleh boneka-boneka kapitalis birokrat yang disetir oleh Barat, hari ini negara menjadi kacau dan menimbulkan berbagai konflik yang pelik. Mulai dari pembubaran ormas Islam, persekusi ulama, pembubaran majelis-majelis ilmu, bangkitnya PKI, harga pangan melonjak, hutang negara membengkak, BBM naik, sampai bencana-bencana yang datang memakan korban dan menghancurkan berbagai insfrastruktur yang dibangga-banggakan. Ternyata, Sutradara kehidupan yang sesungguhnya murka besar atas rezim yang jauh dari keimanan dan ketaatan pada Tuhan.

Ah, memang butuh banyak waktu untuk menarasikan rezim ini atas segala kezalimannya. Tetapi, tak butuh banyak waktu untuk rakyat memilih bergerak, melawan, dan mengopinikan bahwa sistem kapitalis-demokrasi harus diganti dengan sistem Islam yang memperlakukan rakyat lebih manusiawi.

Pada akhir cerita, rakyat bersuara, bersatu bersama, bangkit dengan iman di dada, mengibarkan panji liwa’ dan royah untuk syariah dan khilafah—rakyat makmur-sejahtera—menjangkau-menaungi seluruh dunia.

Malang, 18 Oktober 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar