8 Des 2023

JURNAL PUITIK 1: KAWAN LAMA

Kau memulai ini semua dengan pertanyaan-pertanyaan perihal untuk apa catatan harian yang kausebut “jurnal” ditambah kata “puitik” setelahnya ini agar tampak sungguh puitis hidupmu, padahal nyatanya sungguh miris dan tragis di beberapa fragmen jalan takdirmu yang kauharap berakhir manis.

Kaubuat jurnal ini seolah-olah tokoh utamanya adalah pembaca dengan sudut pandang kedua agar terasa sungguh intim seperti suara batin yang menuntunmu ke sebuah angkringan demi menikmati secangkir sepi dan beberapa tusuk takdir dengan beberapa kawan lama dan pikiran yang baru ditiriskan dari panganggan kenangan.

Di sudut waktu, kau bersua dengan ayah-ibunya yang sebenarnya tak hendak kautemui malam itu, karena bagimu tubuhmu masih terlalu kaku untuk sebuah temu-sapa dan kata-kata yang sengaja kaurangkai demi hati mereka luluh dan hatimu tak jadi runtuh.

Di pertigaan rindu, kau sungguh mendamba temu dengannya bahkan jika waktu mengizinkanmu menyapanya beberapa detik saja dan itu demi hatimu sembuh dari rasa sakit yang lahir dari rindu menggebu tapi tak kunjung menuai temu.

Kaubiarkan saja malam itu larut dalam segelas teh yang kauseduh di dapur kantor dan kaunikmati di meja kerjamu, lalu kauaduk takdir di depanmu dengan pilihan-pilihan terbaik yang dapat kauupayakan dengan hati penuh dan pikiran utuh.

Sepulang kerja, lelah memelukmu erat, sekuat rindu malam itu menjerat, seketat lilitan persoalan hidup yang kian hari kian menyakiti layaknya pisau bermata dua punya dua potensi: punggungnya menahan ujian, sementara wajahnya melukai harapan.

Nyatanya, meski malam hampir larut dan esok mesti kerja lagi berharap rezeki dan dia lekas terjemput, desakan duniawi yang mendukung rumah surgawi tak pernah absen di catatan digital atau kalender yang wajahnya hitam dan hanya sedikit yang merah mengental.

Akhirnya, kata rehat terlalu pekat mendekat pagi yang lamat-lamat merupa lambai tangan seorang wanita mensyarat mata juga telinga yang tak boleh lelah meski dunia jungkir balik menghadapi lucunya manusia.

Tak sempat memasuki dunia mimpi, kau bahkan terlalu dini menjelma realita di depan mata yang menyaksikan jatuh-bangun, putus-nyambung, bahkan hilang-timbulnya rasa pada pertemuan pertama dan beberapa temu setelahnya.

Dan kau kembali ke jalan, berlari sebentar, olahraga sekadar, dan berjanji bangun lebih pagi dan berangkat kerja lebih awal—memulai semuanya kembali dengan kualitas lebih layak dan pantas.

Malang, 3—4 Desember 2023